Negeri 5 Menara adalah sebuah trilogi, yang terdiri dari 3 novel yang saling bersambung. Novel pertama adalah "Negeri 5 Menara", yang kedua adalah "Ranah 3 Warna" dan yang ketiga sedang dalam proses penulisan. Judulnya nanti akan mengandung unsur angka 1.
Buku 1: Negeri 5 Menara
Buku ini ditulis dengan syukur, respek dan terima kasih. Kepada Tuhan, kepada orang tua dan handai tolan, dan kepada setiap orang yang telah menanam kebaikan dalam hidupnya.
"Negeri 5 Menara” adalah buku pertama dari rencana trilogi. Buku ini berniat merayakan sebuah pengalaman menikmati atmosfir pendidikan yang sangat inspiratif. Semoga buku ini bisa membukakan mata dan hati pembaca. Dan menebarkan inspirasi ke segala penjuru.
Salah satu pesan utama novel ini adalah "man jadda wajada" sebuah pepatah Arab yang berarti "siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses". Pengalaman para tokoh di novel ini mengajarkan mereka bahwa apa pun mungkin diraih selama didukung usaha dan doa. Jangan pernah remehkan mimpi, setinggi apa pun. Sungguh Tuhan Maha mendengar.
Sebagian royalti diniatkan untuk merintis Komunitas Menara, sebuah organisasi sosial berbasis relawan (volunteer) yang menyediakan sekolah, perpustakaan, rumah sakit, dan dapur umum secara gratis buat kalangan yang tidak mampu.
Buku kedua: Ranah 3 Warna
Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.
Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah?
Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya: “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah.
Rupanya “mantra” man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat “mantra” kedua yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar